Saturday, April 4, 2020

Endless Night (Malam Tanpa Akhir)





Seorang pria tampak berdiri di pinggir jalan desa ini, dia menghela nafas panjang sembari memandang ke tebing yang berada jauh di depannya. Baru pukul 5 sore namun jalan raya yang menjadi akses desa sudah tampak sepi. Tak ada orang maupun kendaraan yang berlalu lalang. Di area persawahan pun para petani sudah tidak terlihat lagi. Suhu udara terasa semakin dingin.

Matanya masih menatap nanar ke kejauhan. Proyeknya di tempat ini gagal. Sistem pertanian yang dikembangkannya tidak berjalan dengan baik. Semuanya kandas di bulan September ini. Bulan yang seharusnya menjadi periode panen, malah menjadi malapetaka untuknya dan juga para petani yang telah mempercayakan tanah mereka kepadanya. Batinnya mengerang. Ingin rasanya dia pergi ke tebing tinggi yang terlihat dari tempatnya berdiri, hanya untuk menghempaskan tubuhnya ke tanah.

Friday, April 3, 2020

Firefly (Kunang-kunang) part 1


Malam semakin larut. Cahaya kunang-kunang menerangi hamparan ladang rumput ini. Seorang wanita tampak merebahkan diri dengan tenang di diatasnya.  Tubuhnya dingin. Matanya menatap kosong ke kejauhan. Rambut panjangnya tergerai di atas tanah, membentuk pola tidak beraturan yang indah. Lagu "I will" milik The Beatles terdengar mengalun berulang kali dari ponsel yang terletak di sampingnya.

Sundress kuning yang dikenakannya dipenuhi percikan darah. Tubuh ramping itu tidak bergerak sama sekali. Pergelangan tangan kirinya masih mengeluarkan darah segar, sedangkan tangan kanannya menggenggam sebuah pisau cutter yang berlumuran darah. Kehangatan yang dimiliki tubuh itu telah menghilang perlahan bersamaan dengan matahari yang terbenam. Saat malam tiba, yang tersisa hanyalah seonggok tubuh tak bernyawa. Meninggalkan banyak kenangan dan perpisahan.
"And when at last i found you,
your song will fill the air..."
suara riang Paul McCartney terhenti, ponsel itupun akhirnya mati karena kehabisan baterai.
Waktu seakan kembali ke 15 tahun lalu.

Ocean Whisper (Samudera Berbisik)


Sesungguhnya sulit mendefinisikan arti dari pernikahan ideal yang sebenarnya. Membayangkannya mungkin tidak sesulit itu, menikah, tinggal serumah bersama orang yang dicintai, memiliki anak dan menua bersama. Lalu melihat generasi selanjutnya lahir dan tumbuh. Meneruskan silsilah keluarga. Melanjutkan nama yang telah diwarisi turun temurun. Watanabe Satoru sendiri sudah membayangkan hal tersebut jauh sebelum menikahi sang istri. Dia ingin hidup lurus, menjalani pernikahan yang ideal, mencintai 1 wanita saja, memiliki anak darinya, dan melihat anak-anaknya tumbuh dewasa.

Tak masalah jika karirnya mentok seperti ini. Dia sudah cukup puas dengan menjadi kepala cabang di sebuah perusahaan mobil lokal. Target cabangnya tidak begitu besar dan dia bersyukur karena bisa memenuhinya setiap bulan. Setidaknya berkat posisi itu dia tidak khawatir akan masalah ekonomi. Istrinya juga tak harus kembali bekerja setelah menikah. Satoru membebaskan Emi untuk melakukan apapun. Dia membiarkan istrinya melakukan berbagai kegiatan sosial, mengajarkan bahasa isyarat di balai kota dan sekolah luar biasa. Dia tak ingin istrinya bosan, tapi dia juga ingin membuktikan bahwa dia mampu bertanggung jawab akan dirinya.

Thursday, April 2, 2020

Before Dark



Setahun yang lalu, di pertengahan musim panas. Pria itu melayangkan tinjunya ke pipi kiri ku dengan sekuat tenaga tanpa alasan yang jelas. Raut wajahnya yang terlihat panik tak pernah hilang dari pikiranku. Saat itu tak ada masalah yang serius diantara kami. Kami juga tidak berselisih paham. Hubunganku dengannya pun tidak buruk. Malah bisa dibilang akrab. Lalu kenapa dia begitu marah dan meninjuku hanya karena aku membujuknya untuk ikut makan malam di restoran bersama dengan anggota tim lainnya? Sampai saat ini pun aku masih tidak tahu.


Kwon Min-woo adalah teman kerjaku, usianya sebaya, mungkin 28 atau 29 tahun. Masih lajang juga. 3 tahun yang lalu kami masuk ke perusahaan ini bersama-sama. Dia melamar kerja sebagai desain grafis dan diterima sesuai dengan posisi yang dia inginkan. Sedangkan aku, melamar kerja sebagai junior editor namun diterima sebagai staff marketing, alasannya karena skill komunikasi ku sangat bagus. Aku akan lebih berguna bila ditaruh dibagian penjualan. Meski agak sedikit kesal tapi aku tak begitu kecewa, perusahaan penerbitan tempat kami bekerja adalah top 3 di bidangnya. Ribuan calon karyawan memperebutkan posisiku. Jadi bagaimana bisa aku mengeluh. Diterima saja sudah syukur.

Umbrella

Sebagai pria yang sudah menginjak usia pertengahan 40, hidupku sudah sangat monoton dan membosankan. Menulis karena pekerjaanku seorang penu...