Sunday, March 31, 2019

Life without "f" (Life tanpa "f")


Pria itu menyusuri gang kecil yang membawanya ke daerah yang sama sekali tidak ia ketahui sebelumnya. Becek dan sempit. Hanya tembok batu dan pintu dari rumah-rumah semi permanen yang berjejalan di tempat ini. Begitu juga dengan pakaian yang terjemur dengan basah di depan rumah-rumah itu, tidak jelas kapan akan keringnya jika berada di tempat yang tidak terkena sinar matahari seperti ini.

Dia berjalan dengan langkah sangat cepat, melihat kesekelilingnya. Memastikan apa yang dia cari benar ada disana. Tanpa berani bertanya kepada seorang pun. Dia menarik nafas panjang. Namun aroma tidak sedap di gang itu yang menyergapnya. Menyerah dengan ide menghirup udara segar, dia kembali melanjutkan langkahnya. Hingga sampai disebuah bangunan yang terlihat seperti tempat kost kumuh dengan cat yang sudah mengelupas dan deretan kardus sampah yang berjajar di depan pintu masuknya.

Berbekal secarik kertas dari resi sebuah perusahaan ekspedisi dengan nama penerima Leia Arisa dan alamatnya, pria ini mencoba memberanikan diri untuk memastikan keberadaan wanita itu kepada seseorang yang ada disana.



"Permisi bu, anda tinggal di tempat ini?" tanya pria ini pelan mencoba menyembunyikan pribadi anti sosialnya.

"Oh ada apa toh? Saya pemilik tempat ini. Nyari kosan yah si mas? Ada kok, ada yang kosong. maaf ini kotor, maklum tukang sampahnya sering ga lewat sini. Jadi biasa kalau numpuk-numpuk." jawab wanita yang sepertinya sudah berumur pertengahan 60 tahun namun masih beraktifitas karena tuntutan kehidupan. Mungkin lebih tepatnya karena tidak ada orang lain yang mau mengurus tempat itu.

"Bukan bu, saya sedang nyari orang. Alamatnya disini. Namanya Leia, Leia Arisa."

"Leia? ga ada kayaknya,tapi kalau Arisa, ada."

Pria itu terpaku dengan kata "ada". Leia yang dia cari. Ada disini. Eksistensi Leia terbukti. Sontak keringat dingin mengaliri pundaknya. Leia, yang menjadi dunianya. Leia, yang tubuhnya selalu dirindukannya. Leia, yang menghilang.

"Dia tinggal disini?"

"Iya. Dia tinggal disini. Tapi saya jarang ketemu. Pulangnya malem terus. Pasti bareng laki dan ganti-ganti. Apa toh kerjaannya? Perek?"

Pria dihadapannya tertegun. Mendengar kata "perek". Berani-beraninya wanita ini menyebut 1-1nya malaikat dalam hidupnya sebagai "perek". Meski tidak tertutup kemungkinan dari penjelasan wanita itu. Bahwa Leia, mungkin saja memang seorang "perek".

"Bukan, dia kerja di perusahaan IT." sahut pria itu tenang dan singkat.

"Perusahaan IT? katanya dia, dia customer service!" intonasi nya meninggi.

"Iya, di perusahaan IT. Boleh saya masuk?"

"Silahkan saja, tapi saya tak yakin apa mas ini bisa bertemu dengan dia."

"Kenapa?"

"Dia udah lama ga balik kesini. Padahal udah bayar kostan setengah tahun."

"Tak apa bu, saya nunggu disini boleh kan?" ujar pria itu sembari melihat ke sebuah kursi dipinggiran tembok bangunan. Apapun akan dia lakukan untuk menemui Leia. Malaikatnya. Sekebelat bayangan itu muncul. Kenangan setahun yang lalu. Saat Leia, menjadi sisi lain dunia baginya.



-----------------------------------------------------------------

"Maha! Makasih udah jemput ya." ujar seorang wanita yang turun dengan lincahnya dari bus AKAP itu. Pria yang di depannya tersenyum kecil dan sumringah. Ia tak terbiasa tersenyum lebar. Namun wanita itu. Manis, Senyumannya menularkan aura kebahagiaan yang membawa pria itu untuk ikut tersenyum. Rambut nya lurus panjang hingga pinggang, poni rata menutupi dahi sampai ke alisnya, pengaruh dari film Jepang / Korea yang sering ditonton wanita itu sangat terasa. Namun sayang pakaian yang dia kenakan terlihat murahan dan lusuh. Membuatnya terlihat seperti "gadis miskin" di cerita dongeng. Tapi bagi Maha, dia tetap menarik. Suara wanita itu telah mengalihkan dunianya. Dibandingkan penampilan dan pakaian yang dikenakannya.

"Sehat Lei?" ujar pria itu sembari menyodorkan helmnya.

"Ga, seperti yang aku ceritain di facebook tadi. Ga enak rasanya." Leia mengambil helm itu, namun tetap terpaku berdiri disana. Menatap Maha sendu. Maha mengerti. Problem dalam hidup Leia tidak datang dari sisi gelap. Tak ada yang mengutarakan langsung ketidak sukaan padanya. Hanya saja kebalikannya. Dia menerima banyak cinta dan obsesi. Bahkan dari pria yang hanya dikenalnya selewatan atau teman-temannya di dunia maya. Maha menganggapnya sesuatu yang biasa. Namun Leia, berbeda. Dia rapuh. Membuat banyak pria ingin melindunginya dan memilikinya.

"Kenapa ga ambil sisi positifnya aja? Dia suka kamu, tapi dia udah punya pacar. Ya itu urusannya, bukan urusanmu. Cukup ga usah diladenin. Selesai."

"Ga semudah itu Mah. Dia masih mencariku. Dia butuh aku."

"Kamu butuh dia ga?"

"Aku nda tau, tapi dia udah banyak bantu aku. Aku ga bisa nepis dan usir dia begitu aja. Aku ga bisa tiba-tiba ga ngeladenin dia."

"Kamu harus berhenti Lei."

"Berhenti?"

"Menghentikan sikapmu yang begini."

"Kenapa?"

"Dia memanfaatkanmu."

"Aku menilai ini dari sisi positif dan negatif. Ada kemungkinan dia memanfaatkanku memang. Tapi, jika dia benar-benar mencintaiku sampai seperti itu. Bagaimana?"

"Pakai logika aja. Dia itu mencoba selingkuh. Jadi wajar jika sekarang dia bermasalah dengan kekasihnya. Dia ga dapetin apa yang dia mau dari itu perempuan. Dia ga diladenin. Makanya dia nyentuh kamu kayak gitu. Murni nafsu. Kalau kamu berfikir ada cinta darinya. Kamu bodoh."

"Mah, bisa ga berhenti berfikir seperti itu?"

"Kamu belain dia Lei?"

"Ga, aku bukannya belain. Tapi aku takut dibenci orang lain lagi Mah."

"Ok, kalau gitu naik dulu. Ini udah malam. Bahaya disini."

"Tapi janji, kamu akan dukung semua keputusanku."

"Ya, tentu."

Leia tersenyum dan naik ke motor. Dia tidak menyentuh pria itu dari belakang. Sedangkan Maha merasa canggung. Tapi dia lebih memilih tetap bersikap biasa. Saat itu Maha mencoba menganggap Leia hanya sebagai teman dunia maya yang jadi nyata.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------

7 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  6. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Umbrella

Sebagai pria yang sudah menginjak usia pertengahan 40, hidupku sudah sangat monoton dan membosankan. Menulis karena pekerjaanku seorang penu...